[JAWA POS Senin, 26 Juli 2010 ]
Dunia pendidikan Gresik kembali menorehkan prestasi membanggakan. Salah seorang pendidik, Kris Aji, menjadi nomine pemenang lomba nasional Art Award for Teacher yang diadakan Kementerian Pendidikan Nasional. Kris akan bersaing dengan 93 unggulan dari daerah lain.
PERKEMBANGAN zaman menggerus beragam budaya asli Gresik sehingga perlahan punah. Semakin sedikit warga Gresik yang peduli dan mempelajari budaya tersebut. Padahal, budaya itu mengandung nilai historis yang sangat tinggi.
Dari pemikiran ituah, Kris memberanikan diri mengikuti lomba karya seni untuk para guru se-Indonesia. Karya yang diajukan guru SMA Nahdlatul Ulama itu adalah lukisan berlabel Jaran Jinggo.
Lukisan tersebut menggambarkan seekor kuda dengan genre kubistik dekoratif. Dia menggoreskan media cat air pada kanvas seluas 120 x 120 cm persegi.
Rupanya, lukisan tersebut menarik minat tim juri dari Kemendiknas. Kris Aji pun masuk dalam daftar 94 guru se-Indonesia yang lolos seleksi. Karyanya bakal dilombakan pada 2 Agustus di gedung VEDAC Gallery P4TK Seni dan Budaya Sleman, Jogjakarta.
Ide lukisan tersebut, menurut Kris, diperoleh dari salah satu kesenian tradisi asli Gresik yang saat ini makin jarang ditampilkan. Jaran jinggo adalah kuda yang dapat beraksi dengan terampil sesuai dengan instruksi sang pawang. Dulu kesenian itu sering dipertunjukkan ketika kegiatan pernikahan (kemantenan) atau acara sunatan.
Tatkala kegiatan sunatan misalnya, biasanya anak lelaki yang dikhitan diperlakukan seperti pengantin. Ia dikenai busana indah dan didudukkan di atas jaran jinggo yang bisa menari. Lantas, si "pengantin" diarak keliling desa dengan tetabuhan ala kuda lumping.
Kesenian jaran jinggo boleh dikatakan sangat langka dan merupakan warisan budaya asli Gresik yang seharusnya bisa terjaga. Maklum, mengajari kuda agar mau menurut kemauan pawangnya tidaklah mudah dan membutuhkan kecakapan khusus. "Warga Gresik tempo dulu sudah memiliki kemampuan layaknya pawang sirkus," kata Kris.
Lukisan jaran jinggo bikinan Kris cukup artistik. Lukisan itu diformat dengan gaya kubistik (dominasi kotak-kotak yang membentuk sebuah gambar kuda) dengan aneka ragam warna.
Menurut dia, format tersebut mengandung makna tertentu. "Gaya ini mengekspresikan kondisi kebudayaan zaman dulu yang sudah terkotak dan tersisih. Budaya itu kalah oleh budaya modern saat ini," jelasnya.
Sebenarnya, cukup banyak tema yang ingin dia tuangkan dalam karyanya. Namun, jaran jinggo-lah yang dia anggap layak untuk diangkat ke ranah nasional. "Saya tidak berambisi untuk bisa menang dalam lomba ini. Saya hanya ingin kebudayaan di Gresik bisa diketahui publik. Sayang kalau kebudayaan langka itu punah begitu saja," tuturnya. (ris/c1/ruk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.