Oleh Jibril Abdillah

Bagi perajin songkok atau kopiah di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, bulan suci Ramadhan merupakan masa "panen."

Salah satunya adalah perajin songkok rumahan "Awing" di Kelurahan Blandongan, Kecamatan Kota Gresik.

Bahkan, perajin setempat mendapatkan berkah (barokah/nilai tambah) sejak tiga bulan menjelang Ramadhan 1431 Hijriah.

Sejak tiga bulan lalu itu, 30 ribu songkok yang mereka produksi sudah ludes terjual atau sudah diambil pemesan.

"Pemesan songkok Awing lebih banyak dari Jawa Barat, karena 20 ribu dari 30 ribu songkok sudah beredar di Jawa Barat," ucap karyawan bagian penjualan produksi songkok Awing, Benny Wahidin.

Sebenarnya, tuturnya, produksi songkoknya beredar ke seluruh Indonesia dan bahkan ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

"Tetapi pasar kita terbanyak memang berada di Jawa Barat dan Jakarta," paparnya.

Bulan Ramadhan ini, Awing masih melakukan produksi hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1431 H dengan target produksi 15 ribu songkok, sesuai dengan pesanan yang masuk.

"Sebelum Hari Raya, 15 ribu songkok ini harus sudah selesai dan langsung kita kirim. Karena untuk Lebaran ini, sebagian besar juga pesanan dari Jawa Barat, khsusnya Bandung dan sekitarnya," ujarnya

Awing menjual hasil produksinya dengan harga bervariasi, mulai harga termahal Rp115 ribu persongkok hingga paling murah Rp20 ribu.

"Memasuki Ramadhan tahun ini, Awing sudah mendapatkan omzet kurang lebih sekitar Rp4 miliar," ungkapnya.

Untuk hari-hari biasa, songkoknya hanya laku setengah dari penjualan saat memasuki Ramadhan seperti sekarang.

Koordinasikan perajin
Benny menceritakan, Awing berdiri tahun 1986. "Home industry" (industri rumahan) itu awalnya dirintis dengan mengkoordinasikan beberapa perajin songkok di Blandongan.

Sebelumnya, songkok yang dihasilkan perajin Blandongan itu memiliki kerangka dalam yang berbahan kertas, sehingga usia songkok menjadi tidak tahan lama.

Berangkat dari pengalaman itu, Awing berusaha berinovasi dengan menggunakan kerangka berbahan kain keras.

Kelebihan mengggunakan kerangka berbahan kain keras ini lebih nyaman dan enak penggunaannya.

Tapi, perajin di seluruh Indonesia dan tentunya juga di Blandongan tak berani meniru menggunakan kerangka berbahan kain keras, kala itu.

"Biayanya lebih mahal," jelas Benny.

Saat itu (1986), harga songkok yang menggunakan kerangka berbahan kertas Rp3 ribu, sedangkan dengan menggunakan bahan kain keras mencapai lima kali lipatnya, yakni Rp15 ribu.

Tapi, Awing tetap optimistis dan hasilnya tak seperti dugaan perajin songkok lainnya, songkok bikinan Awing direspons baik oleh konsumen.

Tak hanya bahan kerangka yang diinovasi Awing. Songkok bikinannya juga ditambahi kain jala pada sudut atas songkok, baik depan maupun belakangnya.

Ide ini berawal dari pengamatan sederhana, pada saat orang menggunakan songkok, umumnya berkeringat.

"Untuk memberikan kenyamanan pengguna songkok, Awing menambahkan kain jala. Ide kreatif ini belum digunakan oleh perajin songkok lainnya," tambahnya.

Songkok dengan tambahan kain jala itu awalnya diberi nama tipe AB (Angin mBrobos).

Karena dinilai kurang keren, lalu diubah menjadi tipe AC, dengan harapan memberikan kesejukan layaknya "air conditioner" (AC).

Songkok seharga Rp15 ribu bikinan Awing itu mampu menarik banyak konsumen. Dan, perajin lain pun membuntuti langkah Awing.

Perlahan-lahan Awing dikenal oleh banyak konsumen, dan perusahaan itu semakin mengembangkan sayapnya.

Hingga tahun 1992, Awing membuka cabang di Jakarta dan kewalahan menerima "order" (pesanan).

"Pada tahun-tahun itu, mantan Presiden RI Soeharto pun menggunakan songkok Awing, setiap tiga bulan sekali, ajudan Presiden memesannya langsung," tukasnya.

Dalam perkembangannya, orang menggunakan songkok tak hanya untuk beribadah, tapi juga untuk kepentingan-kepentingan formal.

"Setelah mantan Presiden Soeharto memesan songkok Awing, pejabat-pejabat lainnya pun ikut memesan," tandasnya

Awing mampu memproduksi sedikitnya 300 ribu songkok pertahunnya dengan omzet mencapai Rp7 miliar setahun.

Omzet ini naik berpuluh kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 1992 yang hanya Rp200 juta persemester.

"Tipe yang menjadi favorit konsumen adalah tipe AC, dengan harga KW1 Rp110 ribu dan KW2 Rp75 ribu," ujarnya.

Untuk menjaga konsumen, Awing selalu melakukan inovasi dan menjaga kualitas. Bahan-bahannya pun dari produksi luar negeri. Kain keras dan bludru yang digunakan adalah produksi Amerika, kain satennya asal Korea, dan kain kasa dari Taiwan.

Dan, berkah pun dialami perajin songkok atau kopiah di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.